Loading

ARTIKEL

Ketidakjelasan Status Lahan Hambat Realisasi Perhutanan Sosial

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
ketidakjelasan-status-lahan-hambat-realisasi-perhutanan-sosial

PALEMBANG, KOMPAS — Batas wilayah masih menjadi masalah dalam penerbitan status kawasan hutan. Permasalah ini semakin terlihat apabila lokasi perhutanan sosial berada di kawasan gambut.

”Kawasan abu-abu antara kawasan perusahaan dan masyarakat masih menjadi kendala untuk mengusulkan suatu kawasan menjadi perhutanan sosial,” kata Koordinator Project Management Unit Kemitraan Sumatera Selatan Amir Faisal, Kamis (13/2/2020), di Palembang. Kemitraan sendiri merupakan salah satu lembaga yang melakukan pendampingan kepada kelompok masyarakat.

Kawasan abu-abu antara kawasan perusahaan dan masyarakat masih menjadi kendala untuk mengusulkan suatu kawasan menjadi perhutanan sosial.

Di Sumsel, Kemitraan sedang mendampingi lima kelompok masyarakat yang sedang mengusulkan kawasannya seluas 4.500 hektar masuk dalam Program Perhutanan Sosial. Kelimanya ada di Kecamatan Cengal dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel.

Baca juga: Pengelolaan Perhutanan Sosial Terbentur Modal

 

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Petani di Desa Muara Madras, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi, memanfaatkan kembali lahan kritis dan telantar untuk pengembangan pertanian organik, Desember 2019. Upaya yang didukung Aksi Nyata Konservasi Hutan Tropis (TFCA) Sumatera itu menjadi bagian dari upaya penyelamatan Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi.

Amir menerangkan, sampai saat ini proses pengusulan masih berlangsung. Dirinya mengakui, proses verifikasi sangat rumit karena terkendala sejumlah masalah.

Mulai dari belum jelasnya tapal batas antara kawasan perusahaan dan masyarakat. ”Perhutanan sosial ini bertujuan untuk mengurangi konflik. Jadi, memang penentuan batas harus benar-benar teliti,” katanya.

Ketua Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial Sumsel Rudjito Agus Sugwignyo mengatakan, memang, realisasi perhutanan sosial di Sumsel belum sesuai target.

 

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Aktivitas petani tomat di lahan masyarakat Desa Tebat Benawa, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, Rabu (18/12/2019). Lahan tersebut berjarak hanya 8 kilometer dari hutan lindung Tebat Benawa yang menjadi lokasi konflik satwa dengan manusia.

Hingga saat ini luas kawasan perhutanan sosial di Sumsel mencapai 102.962 hektar. Jumlah ini masih jauh dari target seluas 361.897 hektar. ”Karena itu, percepatan ini akan diperpanjang sampai 2024 mendatang,” kata Rudjito.

Ada beberapa masalah yang membuat sebuah kawasan belum mendapatkan izin perhutanan sosial. Kendala itu antara lain ada warga yang tinggal di dalam kawasan ternyata bukanlah warga asli. Selain itu, kawasan tersebut masuk dalam kawasan konservasi atau hutan lindung.

Selain itu, tim juga perlu menverifikasi apakah permukiman warga hadir sebelum penetapan status kawasan hutan atau sesudahnya. ”Jika warga baru masuk ke kawasan hutan setelah penetapan status, tentu izin perhutanan sosial tidak bisa dikeluarkan,” katanya.

Baca juga: Hutan Sosial Makmurkan Petani

 

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Perajin pirun di Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, sedang menunjukan tikar pirun, Jumat (18/11). Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan sejenis tumbuhan semak yang hanya tumbuh di rawa gambut terbuka. Saat ini, perajin kesulitan mendapatkan pirun karena jumlahnya semakin menurun.

Selain itu, masih ada kelompok masyarakat yang mengusulkan perhutanan sosial yang belum berbadan hukum. ”Proses verifikasi memang cukup ketat agar warga yang mendapatkan manfaat benar-benar tepat sasaran,” ungkapnya.

Selain itu, ungkap Rudjito, penetapan kawasan perhutanan sosial di lahan gambut juga akan lebih menelan banyak waktu. ”Banyak syarat yang harus dipenuhi jika kawasan yang diusulkan merupakan kawasan gambut,” katanya.

Namun, ujar Rudjito, fokus utama saat ini adalah mengoptimalisasi kawasan yang sudah berizin sehingga mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Itulah sebabnya dibentuk Himpunan Masyarakat Perhutanan Sosial (HMPS) Sumsel. Mereka bertugas mencari solusi atas permasalahan yang dialami warga yang tinggal di kawasan perhutanan sosial.

Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Panji Tjahjanto menuturkan, dengan terbitnya izin perhutanan sosial, diharapkan dapat berdampak pada lestarinya kawasan hutan di Sumsel. ”Mereka bisa menjadi pengawas hutan agar hutan di Sumsel tidak lagi dirambah,” kata Panji.

Capaian Perhutanan Sosial Sampai dengan 15 Juli 2019

Artikel Populer