Loading

ARTIKEL

Beri Akses Pengetahuan bagi Perempuan dalam Mitigasi Kebakaran

KP
beri-akses-pengetahuan-bagi-perempuan-dalam-mitigasi-kebakaran

"Saat ini kita tidak bisa lagi masuk ke dalam satu program dengan  apriori bahwa perempuan hanya melakukan ini dan laki-laki melakukan itu," tutur Catharina Indirastuti, Spesialis Gender di Kemitraan dalam acara diskusi online kerjasama BRG dan Kemitraan dengan tema "Mengapa Perempuan Penting untuk Menjaga Lahan Gambut" yang diadakan April 2020. 

Indirastuti memaparkan, kalau kita bicara tentang kebakaran hutan, perempuan bukan hanya sekedar anggota Masyarakat Peduli Api, tapi bahkan di beberapa desa perempuan turun ikut memadamkan api dan itu tanpa pelatihan karena mitigasi kebakaran dianggap sebagai peran yang sangat maskulin sehingga perempuan tidak dikutsertakan. "Padahal kenyataannya perempuan sangat terlibat, dan harus terlibat, ketika kebakaran itu terjadi di ruang hidupnya," jelas Indirastuti.

Ia menjelaskan, perempuan dan laki-laki harusnya memiliki akses yang sama atas pengetahuan dan berbagai sumber daya untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Jika tidak, perempuan akan menjadi korban lagi karena dia turun tapi tidak mempunyai pengetahuan, tidak punya alat pelindung diri. "Dia tidak siap," tegasnya. "Kalau kita dengar cerita mereka, mereka bilang mereka memadamkan api dengan ember. Dan mereka tidak pakai masker."

 

Relasi Kuasa dan Akses Pengetahuan Yang Tidak Imbang

Indirastuti mengingatkan bagaimana jaringan kuasa melingkupi kehidupan perempuan dan laki-laki di desa. "Karena adanya relasi kuasa yang tidak imbang, bukan hanya di ranah privat, misalnya bagaimana perempuan menghadapi aturan di wilayah desa sampai negara, ini akhirnya membuat perempuan sulit bergerak dan karena tidak ada akses terhadap sumber daya, membuatnya menjadi sangat rentan."

Lalu bagaimana kita bisa membuat perempuan lebih punya akses, punya kendali, dan lebih bisa berpartisipasi dan memperoleh manfaat baik dari sumber daya alam? "Posisikan apa yang dilakukan perempuan sebagai bernilai sama dengan yang dilakukan laki-laki. Ketika perempuan mencari sumber penghidupan, dianggap tambahan penghasilan, padahal justru perempuan seringkali merupakan pencari penghasilan utama. Mereka justru yang mendorong berputarnya roda ekonomi keluarga."

Ia memberi contoh karet yang dianggap bernilai ekonomi besar. Tapi yang memberikan penghasilan setiap minggu pada keluarga justru adalah anyaman rotan yang dilakukan oleh perempuan. Dari menyiapkan bahan baku sampai benda jadi. Sama juga dengan purun di Kalimantan Selatan. Karena dilakukan di luar jam kerja utama, dianggap kegiatannya tidak sepenting yang dilakukan laki-laki. Padahal sama pentingnya. Indirastuti menegaskan, "Posisikan apa yang dilakukan perempuan sama pentingnya dengan yang dilakukan laki-laki."

Menurutnya, dalam membangun infrastruktur pembasahan lahan gambut, ada pandangan, perempuan bisa apa sih?  "Padahal, sejak awal ketika kita melakukan pemetaan spasial, perlu ada perempuan di sana. Ada perempuan penggarap lahan, yang rentan kebakaran, yang harusnya punya akses ke pengetahuan untuk pemulihan gambut."

 

Kekuatan dari Kelompok Perempuan untuk Kembalikan Ketahanan Desa

Perempuan harus diperhitungkan dalam memperoleh akses, termasuk dilibatkan untuk ikut memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam perencanaan desa.

Indirastuti menjelaskan apa yang dilakukan DPG untuk membuka akses pengetahuan bagi perempuan, "Ketika kita melakukan pemetaan sosial, kelompok-kelompok perempuan maupuan laki-laki yang ada diidentifikasi. Terhadap kelompok-kelompok ini kita menentukan prioritas mana yang sebenarnya akan mempunyai kepentingan besar dalam persoalan kebakaran hutan dan lahan gambut serta pengelolaan lahan gambut. Karena mereka hidup dari sana."

"Kita mencoba membangun kesadaran mereka tentang adanya ketimpangan yang mereka alami, dan mencoba membangun kekuatan dari kelompok perempuan untuk punya suara di desa dengan kesadaran akan pentingnya mengelola gambut," ia melanjutkan. Tujuannya adalah, "Bagaimana kita mengembalikan ketahanan mereka agar mereka bisa pelan-pelan kembali menjadi desa yang mandiri."

Artikel Populer